Gugus Tugumuda adalah nama kelompok sekolah dalam Daerah Binaan (Dabin II) di bawah pengawasan UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah. Dinamai Tugumuda karena memang letak anggota kelompok ini berada di sekitar Tugumuda, monumen kebanggaan warga sekaligus ikon kota Semarang.Gugus Tugumuda memiliki anggota 8 sekolah, yaitu SDN Sekayu, SDN Kembangpaes, SDN Kembangsari, SD Marsudirini, PG-TK-SD Kristen 3 YSKI, SD Masehi Poncol PSAK, SDIB An-Nissa, dan SD Muhammadiyah 13.

The Principal

Sarasehan bersama DPKS

Jumat, 29 Januari 2010

Di Tingkat Berapa Moral Kita ?

Seperti halnya aspek kognisi, afeksi, dan motorik, aspek moral juga mengalami tahap-tahap perkembangan. Oleh Kohlberg, William Damon, Robert Selmon, Garbarino, Bronfenbrenner, Erickson, Lickona, perkembangan moral manusia dibagi menjadi beberapa tahap. Megawangi (2007) merangkum tahap-tahap perkembangan moral manusia menjadi lima tahap. Tahap pertama disebut sebagai tahap terendah perkembangan moral seseorang dan tahap kelima adalah tahap tertinggi moral seseorang. Kelima tahap itu adalah :
1. Berpikir Egosentris (Self-Oriented Morality)
2. Patuh Tanpa Syarat (Authority-Oriented Morality)
3. Memenuhi Harapan Lingkungan (Peer-Oriented Morality)
4. Ingin Menjaga Kelompok (Collective-Oriented Morality)
5. Moralitas Tidak Berpihak (Objectively-Oriented Morality)
Tiap tahap memiliki ciri-ciri yang dapat dapat diamati dari perilaku individu yang sedang berproses. Berikut ciri-ciri tiap-tiap tahapan :
1. Berpikir Egosentris (Self-Oriented Morality)
Ciri-ciri seseorang yang berada dalam tahap ini antara lain :
  • Mau berbuat baik jika mendapatkan hadiah atau pujian.
  • Menghindari perilaku buruk karena takut akan hukuman.
  • Senang melanggar aturan.
  • Senang memamerkan diri.
  • Senang memaksakan keinginannya yang kadang-kadang dilakukan secara manipulatif dan berbohong.
2. Patuh Tanpa Syarat (Authority-Oriented Morality)
Usia kalender berkisar antara 4 – 8 tahun. Ciri-ciri anak-anak yang telah mencapai tahapan moral ini adalah :
  • Bersedia patuh pada aturan yang dibuat orang tua atau orang dewasa agar terhindar dari masalah atau hukuman.
  • Menganggap pendapat yang paling benar adalah pendapat orang dewasa.
  • Senang mengadukan kawan-kawannya yang nakal.
  • Orang dewasa adalah satu-satunya panutan moral.
  • Pelanggar harus dihukum, yang baik harus diberi hadiah.
  • Belum tahu mengapa peraturan dibuat.
  • Jika tidak ada yang mengawasi, mereka cenderung melanggar aturan.
  • Balas membalas, yaitu jika orang lain berbuat baik maka saya akan berbuat baik juga demikian sebaliknya.
  • Sering membanding-bandingkan.
  • Selalu menuntut keadilan. Jika tidak mendapat keadilan ia akan melanggar perintah.
    Tidak bisa melihat dari sisi orang lain dan tidak sensitif terhadap perasaan orang lain sehingga cenderung bersikap kasar.
  • Kurang bisa melihat suatu tindakan salah sehingga berbohong dan curang dianggap hal yang biasa.
  • Merasa puas jika pekerjaannya telah selesai.
3. Memenuhi Harapan Lingkungan (Peer-Oriented Morality), ciri-ciri :
  • Ingin mendapatkan penghargaan sosial. Ia mau berbuat sesuatu kebaikan hanya untuk mendapatkan anggapan ”orang baik”.
  • Memperlakukan orang lain dengan harapan orang lain memperlakukan hal yang sama dirinya.
  • Dapat mengerti apa yang dibutuhkan orang lain.
  • Menganggap orang tua adalah orang yang bijak sehingga perlu mengikuti nasihatnya.
  • Bisa menerima tanggung jawab dan melakukannya untuk kepentingan keluarganya.
  • Sadar bahwa mereka anggota sebuah kelompok.
  • Rela melakukan apa saja termasuk yang negatif agar dapat diterima kelompoknya.
  • Mudah menerima pengaruh teman sebaya.
  • Tahapan ini biasanya dapat dicapai oleh anak-anak yang berusia antara 8,5 - 14 tahun.
4. Ingin Menjaga Kelompok (Collective-Oriented Morality)
  • Setia kepada aturan-aturan atau kode etik kelompok/masyarakatnya dengan tujuan tercipta ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat itu.
  • Ia menjalankan tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat demi ketertiban masyarakat.
  • Percaya bahwa manusia yang baik adalah yang bertanggung jawab terhadap peran dalam sistem sosial.
  • Lebih mandiri sehingga tidak lagi sekedar menuruti keinginan kawan-kawannya.
  • Dapat melihat dampak yang lebih besar dari sebuah tindakan negatif.
  • Peduli kepada sesama anggota sistem sosial (keluarga, masyarakat, agama) walaupun kepada orang yang tidak dikenalnya.
  • Sadar bahwa dirinya harus melakukan peran untuk keutuhan sistem sosialnya.
  • Sadar pentingnya menjadi warga negara yang baik.
  • Tertarik pada masalah politik.
  • Berlaku tidak adil kepada orang yang berbeda sistem sosialnya.

Seseorang yang telah mencapai tahap ini sudah dianggap bagus namun tahapan ini belum mencerminkan kualitas moral tertinggi. Seseorang yang menjunjung tinggi prinsip moral hanya semata-mata untuk mempertahankan sebuah sistem sosial kemasyarakatannya belum tentu memiliki tingkatan moral tertinggi, bisa saja sebuah sistem sosial mempengaruhi individu untuk berbuat tidak baik, misalnya demi menjaga keutuhan sistem sosial atau menjaga harga diri masyarakat sosialnya, rela melakukan perang, padahal dalam peperangan tentu tidak dapat menghidari perbuatan membunuh orang lain. Hal yang tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang telah mencapai tahapan kelima atau tahapan tertinggi.

5. Moralitas Tidak Berpihak (Objectively-Oriented Morality).
Disebut tahap moralitas yang paling tinggi. Ciri-ciri seseorang telah mencapai tahap ini antara lain :

  • Menghormati hak azasi manusia.
  • Tidak bergantung pada kepentingan pribadi maupun kelompok.
  • Dapat mempertahankan prinsip-prinsip moral yang menghargai hak azasi manusia, walaupun harus bersebrangan dengan sistem yang ada.
  • Berpegang teguh pada prinsip moral universal walaupun harus bertentangan dengan kelompok/masyarakat/pemerintah.
  • Memegang teguh komitmen atas persamaan hak seluruh umat manusia.
  • Perbuatan baiknya didasari oleh pemahamannya bahwa setiap manusia berhak mendapatkan perlakuan yang baik, jadi bukan karena kepentingan pribadi atau kelompok.
  • Bersikap objektif dalam menilai kebenaran walapun harus berada di luar ideologi sosial tempat asalnya.
  • Tidak memaksakan kehendanya.
  • Merasa berkewajiban membantu siapa saja.
  • Tujuan tidak membenarkan cara, misalnya tujuan bagus tidak boleh dilakukan dengan cara yang buruk.
  • Komit terhadap tanggung jawab.
  • Semua manusia diperlakukan sama secara moral.

Menurut Thomas Lickona, seperti dikutip Megawangi (2007), fase kelima dapat dicapai pada usia 20 tahun. Mereka yang sudah bisa mencapai tahap ini akan mengacu pada hati nurani. Perbuatan baiknya karena hati nuraninya memang berkata demikian, jadi bukan karena kepentingan pribadi atau kelompoknya. Seseorang yang telah mencapai tingkatan moral tertinggi adalah mereka yang dapat menghargai hak azasi manusia. Mereka juga tidak mudah terprovokasi atau termakan propaganda pemimpinnya, karena nuraninya hanya berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral yang menghargai setiap manusia, walaupun berbeda sistem sosial atau bahkan agamanya.
Bagi orang dewasa, pemahaman tahapan-tahapan moral seperti dikemukakan di atas kiranya dapat digunakan sebagai tolok ukur seberapa tinggi tahapan moralnya. Logikanya semakin banyak usia kita mestinya tahapan moral yang dicapai tinggi pula bukan justru sebaliknya. Bagi guru, pemahaman tersebut bermanfaat untuk membantu peserta didik dalam mencapai tahap-tahap moral sesuai dengan perkembangannya. Guru hendaknya mampu menggunakan langkah-langkah yang tepat ketika memberikan bimbingan kepada peserta didiknya, terutama dalam pendidikan karakternya, agar tidak terjadi upaya pemaksaan atau salah menggunakan kriteria ketika menentukan intervensi dalam rangka membantu perkembangan karakter anak.

Disarikan dari :
Megawangi, R. (2007).Pendidikan Karakter yang Sesuai dengan Tahapan Moral Anak.
Pendidikan Karakter.
Indonesia Heritage Foundation : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar